Ibnu ‘Atha’illah dikenal dalam jagad pesantren sebagai pengarang masterpiece Al Hikam, sebuah kitab yang penuh rima dan kaya makna. Meskipun di pesantren kitab ini tergolong kitab berat dan hanya diajarkan di kalangan santri senior, namun melalui beberapa terjemahannya, orang awam pun bisa mengintip kedalaman makna Al Hikam. Salah satunya adalah buku Al Hikam, Rampai Hikmah Ibnu Athaillah yang disertai ulasan Syekh Fadhlalla Haeri, cetakan Serambi.
Pada covernya, KH Musthofa Bisri berkata “ Aporisme Al Hikam bahasanya luar biasa indah—kata dan makna saling mendukung, melahirkan ungkapan-ungkapan yang menggetarkan”.
Perhatikan salah satunya,
“ Tuhanku, kalaulah muncul kebaikan dari diriku, itu karena anugerahMu, dan adalah hakmu untuk memberkatiku. Dan kalau muncul keburukan dari diriku, itu karena keadilan-Mu, dan adalah hak-Mu untuk menuntutku,”
Sebuah kepasrahan total, namun sebenarnya di dalamnya muncul sebuah karakteristik yang sangat dinamis.
Dinamika lain muncul dalam aporismenya seperti berikut ini :
“ Tuhanku, bagaimana aku akan bertekad sementara Engkau-lah yang Menentukan? Tapi bagaimana aku tak kan bertekad sementara Engkau-lah Yang Memberi perintah?”
Bolehlah orang menyebutnya sebagai Jabariah, tapi bagaimana mungkin orang bisa mengelola jiwanya tanpa ada proses dinamik dalam spiritualitasnya?